Intervensi: Modeling untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
Intervensi: Modeling untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
Elliott dan Busse (1991) menjelaskan bahwa modeling bersumber dari berbagai dukungan empiris yang dapat dijadikan alternatif cara mengajarkan seseorang keterampilan sosial. Gresham dan Nagle (1980 dalam Elliott & Busse, 1991) juga menjelaskan bahwa modeling merupakan salah satu kondisi penanganan yang efektif untuk meningkatkan interaksi sosial yang positif pada diri individu. Selain itu Komalasari, Wahyuni, dan Karsih (2014) juga menjelaskan bahwa modeling dapat dijadikan salah satu referensi intervensi kesulitan anak mengalami kesulitan menyesuaikan diri atau beradaptasi di sekolah dengan mengajarkan anak model-model keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk melakukan interaksi sosial.
Pada pembelajaran keterampilan sosial, modeling dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu modeling pada objek hidup (live modeling) dan modeling dalam bentuk simbol (symbolic modeling). Live modeling merupakan jenis modeling di mana target pengamatan perilaku sosial anak diperoleh dari situasi dan kondisi alamiah (misalnya di dalam kelas). Symbolic modeling merupakan jenis modeling di mana target pengamatan perilaku sosial anak diperoleh dari model yang ditayangkan dalam bentuk film atau video. Kedua jenis modeling tersebut terbukti efektif digunakan dalam pembelajaran keterampilan sosial, meskipun yang umum digunakan dalam penilitian empiris yaitu symbolic modeling karena pada penelitian eksperimen terkontrol dikondisikan dengan format presentasi perilaku yang konsisten. Live modeling menyajikan model yang lebih fleksibel misalnya dalam situasi dan kondisi kelas karena memiliki kesempatan untuk melakukan modifikasi pada urutan pemodelan perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Gresham, Van, dan Cook (2006) memaparkan enam tahapan yang dilalui ketika menggunakan teknik modeling untuk meningkatkan keterampilan sosial individu. Enam tahapan tersebut adalah:
a. Menetapkan kebutuhan untuk belajar keterampilan sosial.
b. Mengidentifikasi komponen keterampilan.
c. Menghadirkan tampilan model.
d. Melatih keterampilan.
e. Memberikan umpan balik yang spesifik pada proses latihan.
f. Program generalisasi.
Sedangkan Elliott dan Busse (1991) memaparkan pendoman yang dapat digunakan untuk menggunakan prosedur modeling. Pedoman tersebut mencakup lima tahapan yang hampir sama dengan yang dipaparkan oleh Gresham, Van, dan Cook (2006). Tahapan tersebut antara lain:
a. Menetapkan dan menjelaskan kebutuhan: mengatur cara menampilkan model.
b. Mengidentifikasi komponen keterampilan.
c. Meniru keterampilan sosial yang ditampilkan.
d. Mengulang-ulang perilaku yang ingin ditingkatkan.
e. Program generalisasi.
Jadi, pada rancangan intervensi yang akan dilaksanakan oleh praktikan nantinya akan mengacu pada pedoman prosedur modeling yang dipaparkan oleh Elliott dan Busse (1991). Bentuk modeling yang akan digunakan adalah symbolic modeling dengan menggunakan film kartun. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulyani (2013) menjelaskan bahwa intervensi modeling dapat diberikan pada anak untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain agar anak menjadi terampil. Modeling yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah menyajikan sebuah contoh perilaku kepada anak dan meminta anak untuk mengobservasi perilaku tersebut dan selanjutnya anak diarahkan untuk melatih perilaku yang diobservasinya dalam kehidupan sehari-sehari. Penelitian lain juga dilakukan oleh Stratton dan Reid (2004) modeling dengan memperlihatkan tayangan video yang menampilkan perilaku target dapat meningkatkan keterampilan sosial anak di dalam kelas dan merubah perilaku bermasalah anak. Komalasari, Wahyuni, dan Karsih (2014) juga menjelaskan bahwa modeling memiliki pengaruh untuk pengambilan respon atau keterampilan sosial individu dan memperlihatkannya dalam perilaku baru.
No comments for "Intervensi: Modeling untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus"
Post a Comment