Karakteristik Intellectual Disability

Karakteristik Intellectual Disability




Heward (2013) menjelaskan bahwa banyak anak-anak yang mengalami intellectual disability ringan tidak teridentifikasi sampai mereka masuk sekolah dan beberapa di antara mereka hanya bertahan sampai kelas dua dan tiga, dimana tingkatan tersebut tuntutan tugas akademik semakin kompleks/sulit. Ketika anak intellectual disability diberikan kesempatan menempuh pendidikan maka maksimal kemampuan tersebut berada di tingkat kelas enam dan masih dapat diajar mengenai keterampilan hidup yang akan mendukung kemandirian anak dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mangunsong (2009) memaparkan bahwa anak intellectual disability ringan termasuk anak yang mampu didik dimana dapat dilihat dari segi pendidikan. Misalnya dapat di didik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, dan pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dibimbing dengan baik maka dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun, tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Anak akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan suka membuat kesalahan. Umumnya juga anak intellectual disability ringan tidak mengalami gangguan fisik. Bahkan secara fisik seperti anak normal pada umumnya sehingga sukar membedakan secara fisik dengan anak normal. Bagi yang memiliki IQ lebih tinggi mampu menikah, berkeluarga, dan bekerja pada pekerjaan semi-skilled.
Anak pada kategori ini tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak-anak sesusianya. Tinggi dan berat badan anak kategori ini tidak berbeda degan anak-anak yang lainnya. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan, anak ini memiliki kekurangan dalam hal kekuatan, kecepatan, dan koordinasi, serta sering memiliki masalah kesehatan (Mangusong, 2009).
Mangunsong (2009) juga menjelaskan bahwa anak intellectual disability ringan masih bisa dididik di sekolah umum, meskipun dari segi performansi akan rendah dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Biasanya rentang perhatian anak pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Anak dengan karakteristik ini terkadang mengalami frustrasi ketika diminta berfungsi secara sosail atau akademis sesuai usia anak pada umumnya, sehingga tingkahlaku anak bisa menjadi tidak baik. Misalnya, acting out di kelas atau menolak untuk melakukan tugas kelas. Anak ini kadang-kadang memperlihatkan rasa malu dan pendiam. Namun kondisi tersebut dapat berubah bila anak banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak lainnya.
Secara umum terdapat karakteristik defisit yang dialami individu dengan intellectual disability (Heward, 2013; Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2012; Mangunsong, 2009), yaitu:
1. Atensi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesulitan belajar pada anak intellectual disability disebabkan karena masalah dalam memusatkan perhatiannya. Perhatian anak intellectual disability sering pada benda yang salah serta sulit mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.
2. Daya ingat, kebanyakan dari anak intellectual disability mengalami kesulitan dalam mengingat informasi.
3. Perkembangan bahasa, secara umum anak intellectual disability mengikuti tahap perkembangan bahasa yang sama dengan anak normal. Tetapi perkembangan bahasa mereka biasanya terlambat muncul, lambat mengalami kemajuan, dan berakhir pada perkembangan yang lebih rendah. Anak intellectual disability ringan juga mengalami masalah dalam memahami dan menghasilkan bahasa.
4. Self regulation, salah satu alasan mengapa anak intellectual disability mengalami masalah daya ingat adalah karena anak mengalami kesulitan dalam self-regulation (kemampuan mengatur tingkah lakunya sendiri). Bila seseorang diberikan sejumlah daftar kata-kata yang perlu diingat maka kebanyakan orang akan mengulanginya dengan cara menghafal dan menyimpannya di dalam ingatan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa individu secara aktif mengatur tringkah lakunya untuk menentukan strategi apa yang akan digunakannya. Namun pada anak intellectual disability akan mengalami kesulitan dalam melakukan regulasi diri yaitu pengulangan materi yang ingin dikuasai. Anak intellectual disability juga mengalami kesulitan dalam menentukan strategi yang akan dilakukan untuk melakukan sebuah tugas, merencanakan, dan mengevaluasi strategi yang telah digunakan.
5. Perkembangan sosial, anak intellectual disability akan mengalami kesulitan mendapatkan teman dan mempertahankan pertemanan karena terdapat dua alasan. Pertama, mulai usia pra sekolah, anak intellectual disability tidak tahu bagaimana memulai interaksi sosial dengan orang lain. Kedua, anak menampilkan perilaku yang membuat teman-temannya menjauh. Misalnya, perhatian yang tidak fokus dan suka menganggu.
6. Motivasi, anak intellectual disability selalu mengalami kegagalan maka dapat beresiko untuk mengembangkan kondisi learned helplesness yaitu merasa bahwa seberapapun usaha dilakukan tetap akan menghadapi kegagalan. Akhirnya individu akan cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang menantang.
7. Prestasi akademis, anak intellectual disability akan terhambat dalam semua prestasi akademiknya dibandingkan dengan mereka yang normal. Performasi anak intellectual disability pada semua area kemampuan akademis berada di bawah rata-rata anak seusianya.

No comments for "Karakteristik Intellectual Disability"