Keterlambatan Perkembangan Motorik pada Anak

Memahami Anak yang Mengalami Keterlambatan Perkembangan Motorik









A. Rumusan Masalah
Secara umum kondisi klien dapat dikatakan mengalami keterlambatan dalam proses perkembangan motoriknya. Perkembangan yang lambat tersebut ditandai dengan kondisi klien yang tidak mampu melakukan aktivitas-aktivitas motorik, baik halus maupun kasar sesuai dengan usia kronologisnya. Kondisi tersebut membuat klien mengalami beberapa kendala dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Kendala yang cukup terlihat adalah reaksi klien yang kurang nyaman atau bahkan menganggap aktivitas menulis, menggambar, dan mewarnai itu adalah aktivitas yang sulit sehingga klien terkesan sering berusaha menghindari aktivitas tersebut. Klien mengalami keterlambatan perkembangan motorik disebabkan oleh kurangnya pemberian stimulus yang dilakukan oleh orang tua ketika klien melalui usia perkembangan keemasaan (golden age) yaitu diusia 2-5 tahun. Orang tua klien yang kedua-duanya sibuk bekerja hampir tidak memiliki waktu bersama untuk bermain dengan klien di rumah. Klien bahkan sejak usia 2 tahun sudah dititipkan di playgroup tanpa adanya pengawasan atau keterlibatan yang berarti dari orang tua.
Kondisi klien yang mengalami kesulitan mengikuti proses belajarnya baik di sekolah maupun di rumah membuat guru dan orang tua mulai memperlihatkan kekhawatirannya kepada perkembangan klien sehingga mulai mencari informasi yang berhubungan dengan kondisi klien. Berangkat dari usaha guru dan orang tua klien yang ingin mengetahui kondisi klien maka dianggap penting untuk melakukan psikoedukasi pada guru dan orang tua klien. Pemberian psikoedukasi diharapkan memberikan gambaran yang utuh mengenai profil perkembangan klien dari berbagai aspek dan upaya optimalisasi perkembangan yang terlambat pada klien. Optimalisasi perkembangan yang ditekankan pada psikoedukasi kali ini adalah optimalisasi perkembangan motorik klien yang mengalami keterlambatan dibandingkan teman-temannya di kelas sehingga klien mampu mengejar ketertinggalannya diberbagai aktivitas motorik di sekolah. Optimalisasi perkembangan motorik juga akan membantu klien untuk menciptakan pengalaman yang menyenangkan dalam proses belajarnya di sekolah. Selain itu, klien juga akan diberikan terapi dalam bentuk permainan yang lazimnya disebut dengan terapi bermain.
B. Tujuan Intervensi
Menindaklanjuti keluhan dari guru dan orang tua klien maka diputuskan untuk memberikan bentuk intervensi berupa psikoedukasi dan terapi bermain. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses intervensi yang akan dilaksanakan adalah:
1. Memberikan pemahaman kepada guru dan orang tua mengenai karakteristik perkembangan anak dan dampak serta penyebab keterlambatan perkembangan yang dialami oleh seorang anak, khususnya keterlambatan perkembangan motorik.
2. Memberikan beberapa pemaparan pada guru dan orang tua mengenai upaya optimalisasi keterlambatan perkembangan motorik yang dialami klien sehingga klien mampu menjalani aktivitas motoriknya sehari-hari seperti anak-anak seusia klien.
C. Sasaran Intervensi
Sasaran intervensi psikoedukasi adalah orang tua dan guru klien di sekolah.
D. Uraian Intervensi
Menurut Supraktiknya (2008), psikoedukasi sering disebut pendidikan pribadi dan pendidikan sosial. Psikoedukasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan/atau keterampilan sebagai usaha pencegahan dari munculnya dan/atau meluasnya gangguan psikologis di suatu kelompok, komunitas atau masyarakat serta kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman bagi lingkungan (terutama keluarga) tentang gangguan yang dialami seseorang setelah menjalani psikoterapi (Himpunan Psikologi Indonesia, 2010). Berdasarkan pemaparan tersebut maka akan dirancang pelaksanaan psikoedukasi “Memahami perkembangan anak dan cara mengoptimalkan perkembangan anak usia dini.”
Pemberian psikoedukasi pada intervensi ini ditujukan pada guru dan orang tua klien. Pemberian psikoedukasi kepada guru dan orang tua klien tidak terlepas dari konsep pemikiran Bronfenbrener dalam Ormrod (2009) yang menjelaskan bahwa perkembangan seorang anak tidak dapat dipisahkan dari peranan sebuah sistem yaitu sistem keluarga dan sistem lingkungan di mana anak menjadi salah satu anggotanya. Kedua sistem tersebut yaitu guru dan orang tua diharapkan memiliki pemahaman mengenai konsep perkembangan klien. Khususnya keterlambatan perkembangan yang dialami klien, faktor yang mempengaruhi, dan dampak yang ditimbulkan dari aspek perkembangan klien tersebut.
Pemberian psikoedukasi pada kasus kali ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2012) yang memaparkan hasil penelitiannya bahwa pemberian psikoedukasi pada keluarga khususnya pada orang tua akan berpengaruh positif kepada anak. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan seorang ibu dalam menstimulasi perkembangan anak pada usia pra sekolah. Hidayati (2008) juga membuktikan bahwa pengetahuan seorang ibu mengenai perkembangan aspek motorik anak akan mendukung kesiapan seorang ibu untuk mempersiapkan stimulus-stimulus yang dapat mengoptimalkan kemampuan motorik anak. Kesiapan seorang ibu dalam memberikan stimulasi pada anak pra sekolah akan membuat anak memiliki kesiapan sekolah yang lebih baik pula.
E. Materi Intervensi
1. Tumbuh kembang anak
Kelompok anak yang kurang lebih berusia sama tampaknya menunjukkan kemiripan dalam ukuran tubuh, bentuk badan, dan kemampaun. Walaupun begitu, bila masing-masing anak diamati lebih dekat maka terdapat banyak sekali perbedaan individual. Setiap anak memiliki keunikan pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Kedua istilah pertumbuhan dan perkembangan saling melengkapi, namun sering tertukar penggunaannya padahal keduanya memiliki konsep yang berbeda (Allen & Marotz, 2010).
Pertumbuhan mengacu pada perubahan fisik tertentu dan peningkatan ukuran tubuh anak. Bertambahnya jumlah sel-sel dan semakin besarnya sel-sel yang sudah menyebabkan peningkatan tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, ukuran sepatu,  panjang lengan dan kaki, serta bentuk tubuh anak. Proses pertumbuhan terus berkelanjutan hampir sepanjang fase kehidupan, namun kecepatannya bervariasi sesuai dengan tahapan usia. Contohnya, pertumbuhan berjalan cepat selama fase bayi dan remaja menjadi lebih lambat. Bahkan pada usia lanjut tubuh terus menerus memperbaiki dan mengganti sel namun tidak terlalu pesat.
Perkembangan mengacu pada bertambahnya kompleksitas sebuah perubahan. Di mana perubahan sederhana menjadi lebih rumit dan rinci. Sedikit demi sedikit pengetahuan, perilaku, dan keterampilan menjadi semakin baik dan berkembang. Pada dasarnya, urutan perkembangan sama untuk semua anak, namun kecepatan perkembangan sangat beragam pada masing-masing anak (Allen & Marotz, 2010).
Kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh anak dan saling terkait adalah kebutuhan fisik, psikologis, pembelajaran, dan rasa harga diri (Allen & Marotz, 2010). Kebutuhan fisik “ASUH” meliputi gizi, kesehatan, kebersihan dan tempat Tinggal. Kebutuhan psikologis “ASIH” meliputi kebutuhan kasih sayang dan rasa aman. Kebutuhan pembelajaran “ASAH” meliputi kebutuhan stimulasi mental guna untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan, kemandirian, kreativitas, dan kepribadian. Terkahir, kebutuhan rasa harga diri diperoleh anak dari lingkungan yang suportif pada semua aktivitas yang dilakukan oleh anak (Kania, 2006: Allen dan Marotz, 2010).
2. Faktor-faktor perkembangan anak
Allen dan Marotz (2010) memaparkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang adalah keunikan faktor keturunan, lingkungan, budaya, dan nilai keluarga pada tiap anak. Kania (2006) juga menjelaskan bahwa secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu:
a. Faktor genetik
Faktor ini menentukan sifat bawaan anak. Kemampuan anak merupakan ciri-ciri yang khas yang diturunkan dari orang tuanya.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan dalam hal ini adalah suasana di mana anak berada. Pada faktor ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai dewasa. Lingkungan yang baik akan menunjang tumbuh kembang anak sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan menghambat tumbuh kembang anak.
3. Aspek perkembangan
Allen dan Marotz (2010) menjelakan bahwa profil perkembangan berguna untuk menilai status perilaku dan perkembangan anak terkini dan yang sedang berlangsung. Secara umum terdapat lima area perkembangan yaitu fisik, motorik, kognitif, berbicara dan berbahasa, serta sosial. Perlu diketahui bahwa kecepatan perkembangan tidak selalu sama antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Selain itu terkadang aspek perkembangan yana satu tidak seoptimal aspek perkembangan yang lainnya. Contohnya, keterampilan berbahasa anak usia di bawah tiga tahun biasanya tidak berkembang sebaik kemampuan anak ketika bergerak. Terdapat anak yang memiliki perkembangan fisik dan kemampuan berjalan yang cepat, namun mengalami keterlambatan dalam perkembangan berbicara. Hal yang perlu ditekankan juga adalah perkembangan dalam setiap aspek sangat bergantung pada apakah anak mendapatkan stimulus yang tepat dan kesempatan serta dukungan yang cukup untuk belajar. Hal lain yang berpengaruh adalah jenis pengalaman pembelajaran yang dihadapi anak sangat bervariasi dan sering merupakan ceminan dari nilai keluarga, budaya, dan sosioekonomi. Berikut penjelasan kelima aspek perkembangan yang umum di miliki oleh anak:
a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, aspek ini bertanggung jawab dalam perubahan bentuk badan, proporsi, dan juga ukuran tubuh secara keseluruhan. Secara khusus perkembangan fisik bertanggung jawab untuk meningkatkan kekuatan otot agar bisa bergerak, mengkoordinasi penglihatan dan pengendalian motorik, serta memadukan syaraf dan otot guna mengendalikan buang air kecil dan besar. Selain itu, pertumbuhan berkaitan erat dengan status nutrisi dan etnis. Pertumbuhan dan perkembangan fisik pada anak juga memiliki pengaruh langsung dalam menentukan kemampuan anak nantinya dalam mencapai perkembangan kognitif dan prestasi akademis.
b. Perkembangan motorik, aspek ini bertanggung jawab pada perkembangan gerakan dan pengendalian seluruh bagian tubuh anak. Contohnya kemampuan menggunakan keterampilan tangan dan kaki.
c. Perkembangan kognitif, aspek ini berkaitan dengan pengenalan, pemrosesan, dan pengaturan informasi serta penggunaan informasi dengan tepat oleh anak. Selain itu, kognitif juga berperan dalam menemukan, menginterpretasikan, memilih, mengelompokkan dan mengingat sebuah informasi.
d. Perkembangan berbahasa, aspek ini berkaitan dengan kemampuan anak dalam berbicara lisan maupun tulisan ketika berkomunikasi atau berinteraksi dengan lingkungannya.
e. Perkembangan sosial, aspek ini adalah area luas yang berhubungan langsung dengan perasaan anak terhadap diri sendiri dan hubungan mereka dengan orang lain. Selain itu, aspek ini juga mengacu pada perilaku dan respon anak untuk bermain dan berkegiatan serta kedekatan anak dengan anggota keluarga yang lain, pengasuh, guru, dan teman-teman.
4. Aspek perkembangan anak usia dini (Usia 5 tahun)
Masa kanak-kanak dimulai pada akhir masa bayi sampai anak matang secara seksual. Umur kanak-kanak berada di antara usia 2 tahun sampai 12 tahun. Masa kanak-kanak sangat identik dengan aktivitas menyenangkan yang tertuang dalam beragam bentuk permainan. Namun tidak menutup kemungkinan tuntutan pendidikan anak selalu menuntut anak mempersiapkan diri dalam beberapa keterampilan dasar agar mendukung proses belajarnya kelak (Desmita, 2013).
Allen dan Marotz (2010) menjelaskan bahwa anak usia lima tahun berada pada pengendalian yang baik terhadap dirinya secara fisik dan emosi serta sebagian besar anak usia lima tahun berada dalam fase yang cukup tenang dan semakin tinggi kepercayaan dirinya dan rasa untuk mengandalkan dirinya. Dunia anak berkembang di luar rumah, keluarga, sekolah atau tempat penitipan anak. Cannela, Selman, & Selman dalam Allen dan Marotz (2010) menegaskan bahwa persahabatan dan kegiatan berkelompok adalah dua hal yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak usia 5 tahun.
Pemaparan aspek-aspek perkembangan penting untuk diketahui oleh orang tua dan orang-orang yang berinteraksi langsung dengan anak. Hasil pemaparan tersebut akan membantu orang tua dan orang-orang yang berinteraksi langsung dengan anak melakukan tindakan untuk mengoptimalisasi perkembangan anak. Berikut pemaparan aspek-aspek perkembangan tersebut:
1) Pekembangan Fisik
Salah satu perkembangan yang mudah diamati dan mudah diukur pada diri  anak  adalah  perkembangan  fisik  anak. Berikut karakteristik perkembangan fisik ideal yang dimiliki oleh seorang anak:
a) Bertambahnya berat badan 4 sampai 5 pon (1,8-2,3 kg) per tahun; berat badannya rata-rata 38 sampai 45 pon (17,3-20,5 kg).
b) Bertambahnya tinggi 2 sampai 2,5 inci (5,1-6,4 cm) per tahun; tinggi rata-rata 42 sampai 46 inci (106,7-116,8).
c) Rata-rata denyut nadi 90 sampai 110 kali permenit.
d) Kecepatan pernafasan berkisar dari 20 sampai 30, tergantung pada kegiatan dan keadaan emosi.
e) Suhu tubuh stabil pada 36,6 ºC-37,4 ºC (98 º sampai 99,4 ºF).
f) Ukuran kepala kira-kira hampir sama dengan ukuran orang dewasa.
g) Mulai tanggal gigi susunya.
h) Proporsi tubuh seperti orang dewasa.
i) Membutuhkan kurang lebih 1800 kalori sehari.
j) Ketajaman penglihatan 20/20 dengan menggunakan tabel mata snellen.
k) Penelusuran penglihatan dan penglihatan teropong sudah berkembang dengan baik.
2) Perkembangan Kognitif
Pada usia 2-7 tahun, menurut Peaget seorang anak berada pada tahap perkembangan praoperasional yaitu sering disebut intuitif. Pada tahap ini, meskipun anak telah mampu melakukan aktivitas mental tertentu seperti cara-cara mengelompokkan, mengukur, atau menghubungkan objek-objek, akan tetapi anak belum menyadari prinsip-prinsip yang melandasi terbentuknya aktivitas tersebut. Walaupun anak dapat memecahkan sebuah masalah, namun anak tidak bisa menjelaskan alasan yang tepat untuk pemecahan suatu masalah menurut cara-cara tertentu (Desmita, 2013).
Pada tahap perkembangan kognitif ini anak juga mengalami peningkatan simbol-simbol yang kompleks, namun proses penalaran dan pemikirannya masih mengalami keterbatasan. Keterbatasan tersebut dapar direfleksikan dalam ketidakmampuan tahap praoperasional untuk mengelompokkan berbagai hal bedasarkan dimensi tertentu, seperti mengelompokkan tongkat menurut urutan yang paling pendek ke yang paling panjang. Keterbatasan juga terlihat dalam proses anak menghubungkan bagian dari keseluruhan objek.
Karakteristik lain dari pemikiran praoperasional adalah pemusatan perhatian anak pada suatu dimensi dan mengesampingkan dimensi yang lain. Dimensi ini disebut oleh Peaget dengan istilah centration (pemusatan). Pemusatan ini pada akhirnya membuat anak kurang konservasi, yaitu kemampuan untuk memahami sifat-sifat atau aspek-aspek tertentu dari suatu objek atau stimulus yang tidak berubah ketika aspek-aspek lain mengalami perubahan.
Menurut Elkind, perkembangan kognitif dari anak-anak praoperasional ditunjukkan dengan serangkaian pertanyaan yang diajukan, yang tidak jarang orang dewasa merasa kebingungan untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut memberi petunjuk akan perkembangan mental mereka dan mencerminkan rasa keingintahuan intelektual, serta menandai munculnya minat anak-anak akan penalaran (Desmita, 2013).
Allen dan Marotz (2010) memaparkan beberapa karakteristik perkembangan  perseptual-kognitif pada anak usia 5 tahun. Berikut karakteristik perkembangan tersebut:
a) Membentuk segi empat dari dua potongan segitiga.
b) Membangun sebuah bangunan dari balok-balok kecil.
c) Mengerti dan menunjukkan konsep bentuk dan ukuran yang sama.
d) Mengelompokkan benda dengan dasar dua kategori, misalnya warna dan bentuk.
e) Mengelompokkan bermacam-macam benda sehingga semua benda dalam satu kelompok mempunyai satu kesamaan (keterampilan mengelompokkan semua makan atau kapal atau binatang).
f) Mengerti konsep terkecil dan terpanjang pada sebuah objek.
g) Menyebutkan benda dengan urutan letak tertentu: pertama, kedua, terakhir.
h) Mengenali angka dari 1 sampai 10.
i) Memahami konsep lebih banyak/lebih sedikit. “Mangkuk mana yang airnya lebih sedikit?”
j) Mengerti istilah gelap, terang dan awal: “saya bangun awal, sebelum orang lain, Hari masih gelap.”
k) Menghubungkan jam dengan jadwal sehari-hari. “Waktu untuk tidur ketika jarum pendek menunjuk pada angka 8.”
l) Mengetahui kegunaan kelender.
m) Mengenali dan bisa menyebutkan satuan uang; mulai menghitung uang dan menabung.
n) Memahami huruf; banyak anak yang sudah mampu menyebutkan huruf besar dan kecil.
o) Mengetahui konsep setengah; bisa menyebutkan bagian yang tersisa bila sebuah benda sudah diiris setengah.
p) Menanyakan pertanyaan tiada henti: Megapa? Apa? Di mana? Kapan?
q) Ingin belajar banyak hal.
3) Perkembangan bicara dan bahasa
Selain itu, perkembangan yang dianggap penting adalah perkembangan bicara. Anak pada awal masa kanak-kanak mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk berbicara karena kemampuan bicara sudah disadari oleh anak sebagai sarana bersosialisasi. Jika anak tidak dapat berbicara maka anak merasa dirinya tidak dapat diterima sebagai anggota kelompok sebayanya. Anak juga menyadari bahwa kemampuan berbicara digunakan sebagai sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak merasa bahwa jika mereka tidak dapat berbicara, orang-orang disekitarnya tidak akan tahu apa yang menjadi keinginannya sehingga anak selalu dibantu dan tergantung pada keberadaan orang-orang disekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara anak yaitu kecerdasan, jenis disiplin orang tua, posisi urutan anak, status sosial ekonomi yang rendah, ras primitive, multi bahasa, suara yang sangat gaduh, gaya bicara, dan bantuan dari guru.
Allen dan Marotz (2010) menambahkan karakteristik perkembangan bicara dan bahasa pada anak berusia 5 tahun, yaitu:
a) Menguasai 1500 kosakata atau lebih.
b) Menceritakan cerita yang sudah dikenal oleh anak ketika melihat gambar pada buku.
c) Menyebutkan kegunaan sesuatu: bola untuk dilambungkan, tempat tidur untuk tidur.
d) Mengenali dan menyebutkan empat sampai delapan warna.
e) Memahami lelucon sederhana, mengarang lelucon dan teka-teki.
f) Mengucapkan kalimat dengan lima sampai tujuh kata; bisa juga kalimat yang lebih panjang.
g) Menyebutkan nama kota di mana anak tinggal, tanggal ulang tahun, dan nama orang tua.
h) Menjawab telepon dengan tepat, memanggil orang yang ditelepon atau menerima pesan singkat.
i) Mengucapkan kalimat-kalimat yang hampir bisa dimengerti secara keseluruhan.
j) Mengucapkan kata “boleh saya” dengan tepat.”
4) Perkembangan Sosialisasi
Perkembangan lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah perkembangan sosial anak yang dikemukakan oleh Hurlock (1980). Menurut Hurlock masa kanak-kanak sering disebut dengan masa prakelompok. Perkembangan sosialisasi anak ditandai dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ke tahun. Pada semua tahapan usia, teman-teman terbagi dalam tiga kelompok, yaitu rekan, teman bermain, dan teman baik. Adapun pola perilaku individu secara sosial dan tidak sosial dipaparkan adaah sebagai berikut (Hurlock, 1980), yaitu:
a) Pola perilaku sosial
i. Meniru, artinya anak memiliki meniru sikap dan perilaku orang yang disenangi.
ii. Persaingan, artinya anak memiliki keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain.
iii. Kerjasama, artinya anak kegiatan anak secara berkelompok mulai meningkat baik dalam frekuensi maupun durasinya bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
iv. Simpati, artinya anak-anak mulai ikut memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.
v. Empati, artinya anak-anak mulai ikut turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
vi. Dukungan sosial, artinya keberadaan teman sebaya pada masa kanak-kanak sangat berperan menjadi sumber dukungan sosial pada anak. Bahkan anak tidak segan melakukan perbuatan negatif hanya untuk bisa diterima oleh kelompok teman sebayanya dan memperoleh dukungan dari kelompok tersebut.
vii. Membagi, artinya anak yang mampu bersosialisasi secara baik dengan teman sebayanya adalah anak yang sering berbagi mainan atau benda apapun yang dimilikinya kepada temannya. Kondisi tersebut terjadi karena anak mulai menyadari pentingnya teman dalam pergaulan sehari-hari.
viii. Perilaku akrab, artinya anak anak mampu bersosialisasi dengan baik ketika mampu membangun hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain.
b) Pola perilaku tidak sosial
i. Negativisme, artinya perilaku anak yang suka melawan otoritas orang dewasa.
ii. Agresif, artinya perilaku anak yang suka menyerang dan menyalahkan orang lain. Penyerangan biasanya berbentuk fisik maupun verbal.
iii. Perilaku berkuasa, artinya anak merasa bahwa di dalam sebuah kelompok teman sebaya dirinya yang paling berkuasa. Biasanya lebih banayk dilakukan oleh anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
iv. Memikirkan diri sendiri, artinya anak masih lebih mementingkan semua keinginan dan kebutuhannya dibandingkan orang lain.
v. Merusak, artinya anak berpotensi memiliki ledakan amarah yang disertai dengan tindakan merusak benda-benda di sekitarnya, tidak peduli dengan dirinya sendiri atau miliki orang lain. semakin hebat amarahnya maka semakin luas tindakan merusaknya.
Allen dan Marotz juga mengemukakan beberapa karakteristik perkembangan personal-sosial pada anak usia 5 tahun. Berikut pemaparan karakteristik tersebut:
a) Anak menyukai persahabatan; sering mempunyai satu atau dua teman bermain yang special.
b) Berbagi mainan, bergiliran, bermain dengan kooperatif.
c) Ikut dalam permainan kelompok dan melakukan kegiatan bersama-sama dengan anak lain; mengusulkan ide-ide permainan yang imajinatif dan dikembangkan.
d) Penuh kasih sayang dan perhatian, terutama pada anak yang lebih kecil cidera dan pada binatang yang terluka.
e) Mengikuti petunjuk dan menjalankan tugas hampir setiap waktu; biasanya melakukan apa yang diminta oleh orang tua atau guru.
f) Anak tetap memerlukan rasa nyaman dan penentraman hati dari orang dewasa, tetapi menjadi tidak terbuka dalam mencari dan menerima rasa nyaman.
g) Memiliki penngendalian diri yang lebih baik; lebih sedikit adanya lonjaka-lonjakan emosi.
h) Senang mencari lelucon, menghibur, dan membuat orang lain tertawa.
i) Suka menyombongkan sesuatu.
5) Perkembangan Kemandirian
Allen dan Marotz (2010) memaparkan beberapa kriteria yang bisa dijadikan acuan untuk melihat perkembangan kepribadian anak dalam menjalani rutinitasnya sehari-hari. Berikut karakteristiknya:
a) Menyiapkan diri untuk makan sendiri.
b) Mampu buang air kecil dan buang air besar tanpa bantuan orang lain.
c) Mandi sendiri (masih sering dibantu untuk memulainya).
d) Menggunakan pakaian sendiri.
e) Menyimpan pakaian yang sudah dipakai pada tempat yang sudah ditentukan.
f) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah makan.
g) Mampu menyiapkan perlengkapan sekolah (pensil, buku, dan air minum).
6) Perkembangan emosi
Santrock (2012) menjelaskan bahwa perkembangan emosi kanak-kanak awal sudah mulai terlihat jelas. Di mana emosi anak usia lima tahun ditandai dengan pemahaman anak terhadap dirinya sendiri. Pemahaman diri tersebut terlihat ketika anak mampu mengatakan apa yang dirasakannya pada situasi-situasi tertentu. Misalnya anak mengatakan “saya tidak takut atau saya bahagia.” Perkembangan emosi anak juga ditandai dengan kemampuan anak memahami dan mempersepsikan kondisi orang lain.
5. Konsep perkembangan motorik anak usia  5 tahun
Motorik adalah terjemahan dari kata “motor” yang menurut Gallahue dalam Samsudin (2008) adalah suatu dasar biologi atau mekanika yang menyebabkan terjadinya suatu gerak. Sebuah gerakan akan tercipta dari akumulasi atau tidakan yang didasari oleh proses motorik. Muhibbn juga menjelaskan bahwa motorik berasal dari kata “motor” yang berarti hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakannya atau kelenjar-kelenjar dan sekresinya. Secara singkat, motorik adalah segala bentuk keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik (Samsudin, 2008). Selanjutnya Zulkifli juga menjelaskan bahwa motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan tubuh. Gerakan tubuh tersebut berkaitan dengan tiga unsur yaitu otot, saraf, dan otak. Ketiga unsur tersebur berperan dan menunjang tercapainya kondisi motorik yang lebih optimal (Samsudin, 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa motorik adalah suatu keadaan yang menimbulkan sebuah gerakan yang merupakan manifestasi dari kerja otot, saraf, dan otot individu.
Samsudin (2008) menjelaskan bahwa dasar perkembangan motorik anak prasekolah adalah pengertian, prinsip, dan nilai-nilai yang terkandung dalam perkembangan motorik anak pra sekolah. Perkembangan motorik adalah perubahan kemampuan motorik individu dari bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan kemampuan motorik. Prinsip perkembangan motorik individu adalh perkembangan yang dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan perlakuan motorik sesuai dengan masa perkembangan yang diperoleh anak dari lingkungannya. Adapun nilai yang dapat diperoleh individu dari perkembangan motorik adalah mendapatkan pengalaman yang berarti, hak dan kesempatan berkreativits, keseimbangan jiwa dan raga, serta mampu berperan menjadi dirinya sendiri. Selanjutnya, tujuan dan fungsi perkembangan motorik tergambar dari sejauh mana anak mampu menampilkan tugas motorik yang diberikan dengan tingkat keberhasilan tertentu. Jika tingkat keberhasilan dalam melaksanakan motorik tinggi maka motorik yang ditampilkan dapat dikatakan efektif dan efisien. Perlu disadari juga bahwa perkembangan motorik yang dimiliki individu sangat berkaitan bahkan mendukung kemampuan kognitif seorang anak. Menurut Peaget, khusus pada anak berusia 4-7 tahun telah berada pada perkembangan kodnitif tahap preoperasional yaitu intuitif. Pada tahapan tersebut anak prasekolah sudah mulai dengan melakukan berbagai bentuk gerak dasar yang dibutuhkan seperti bejalan, berlari, melempar, dan menendang (Samsudin, 2008).
Allen dan Marotz (2010) juga menambahkan bahwa perkembangan motorik anak berusia 5 tahun ditandai dengan beberapa kemampuan yang dimiliki oleh anak, yaitu:
1) Berjalan mundur, melangkah dan tumit ke jari kaki.
2) Berjalan naik dan turun tangga tanpa dibantu, dengan kaki melangkah saling bergantian.
3) Belajar berjungkir balik.
4) Menyentuh jari kaki tanpa menekuk lututnya.
5) Meniti di atas balok.
6) Belajar untuk melompat dengan menggunakan satu kaki.
7) Menangkap bola yang dilempar dengan jarak 3 kaki.
8) Mengendarai sepeda roda tiga mainan beroda dengan cepat dan terampil dalam menyetir; atau belajar naik sepeda roda dua dengan bantuan roda kecil tambahan.
9) Melompat atau meloncat maju sepuluh kali berturut-turut tanpa terjatuh.
10) Berdiri di atas satu kaki dengan baik selama 10 detik.
11) Meniru rangkaian tiga dimensi dengan menggunakan kubus-kubus kecil (Meniru gambar atau model).
12) Menggambar kotak.
13) Menggambar segitiga.
14) Mewarnai gambar tanpa keluar dari garis.
15) Menggunting garis.
16) Menulis angka 1 sampai 10.
17) Menulis huruf A, I, U, O, C, H, L, T.
Anak usia dini yang lazimnya disebut dengan masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa di mana anak mulai peka / sensitif untuk menerima berbagai rangsangan tidak terkecuali rangsangan motorik pada anak. Namun terkadang terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak tidak berbanding lurus dengan usia anak karena mengalami keterlambatan. Faktor tersebut adalah anak memiliki perkembangan jasmani yang berbeda dengan anak-anak yang lain, perbedaan gizi, dan perbedaan ras serta budaya juga cukup berperan dalam perkembangan anak. Selain itu, perbedaan lingkunga, perlakuan orang tua terhadap anak, dan kebiasaan hidup anak juga memicu perbedaan perkembangan motorik pada masing-masing anak (Lismadiana, 2013).
Wiyani (2014) juga memaparkan bahwa terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik pada anak usia dini, yaitu:
1) Faktor makanan, pada masa pertumbuhan anak usia dini pemberian makanan bergizi sangat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan fisik anak dan perkembangan motorik anak. Oleh karena itu sangat penting pemberian air susu ibu (ASI) pada anak yang berusia 0-2 tahun. Khasiat saupan ASI pada tahun-tahun awal kehidupan anak tidak bisa tergantikan oleh jenis makanan apapun.
2) Faktor pemberian stimulus, seperti dengan mengajak anak untuk melakukan kegiatan bermain, khususnya kegiatan bermain yang melibatkan gerak fisik anak sanga mempengaruhi pertumbuhan motorik anak. Kegiatan bermain tersebut dikatakan juga kegiatan bermain fungsional, misalnya gerakan berlarian, melompat, merangkak, memanjat, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut jika diberikan dan dilakukan secara rutin atau berulang-ulang dapat meningkatkan kekuatan fisik anak, kelenturan otot, atau keterampilan motorik kasar anak yang secara langsung dapat berpengaruh pada perkembangan motorik anak.
3) Keadaan fisik, pada usia 0-2 tahun perkembangan motorik kasar dan halus pada anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mengingat seorang bayi yang tadinya tidak berdaya dan tidak mampu mengendalikan gerakannya dalam waktu 12 bulan mampu mengembangkan kemampuan motorik yang luar biasa. Kuncinya terletak pada kematangan fisik dan syaraf-syarafnya. Terpenting adalah kematangan fisik yang dimiliki oleh seorang anak juga penentu penguasaan kemampuan motorik anak berdasarkan tahap perkembangan usianya. Misalnya seorang anak berusia 2 bulan secara rutin diajar untuk berjalan, maka anak tersebut tidak akan mampu berjalan karena pada masa tersebut kematangan fisik anak belum optimal.
4) Jenis kelamin, faktor ini juga tidak dapat diabaikan pengaruhnya dalam perkembangan motorik anak usia dini. Jika diperhatikan secara seksama, seorang anak perempuan lebih suka melakukan aktivitas yang melibatkan keterampilan motorik dan anak laki-laki cenderung lebih suka melakukan aktivitas yang melibatkan keterampilan motorik kasarnya.
5) Faktor budaya, masyarakat yang patriarkhi juga ikut berpengaruh dalam perkembangan motorik anak.  Di mana budaya tersebut secara jelas membatasi aktivitas-aktivitas atau permainan yang umumnya dilakukan oleh anak laki-laki dan anak perempuan. Jenis permainan yang lazimnya pada anak laki-laki adalah bermain bola, bermain tembak-tembakan, dan bermain mobil-mobilan. Anak perempuan lazimnya bermain boneka dan bermain masak-masakan.
Adapun pengaruh perkembangan motorik pada diri anak yang dikemukakan oleh Hurlock (1998) adalah sebagai berikut:
1) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang karena memiliki beberapa keterampilan dalam bermain. Misalnya keterampilan bermain boneka, melempar, menangkap bola, dan memainkan alat-alat permainan yang lainnya.
2) Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya ke kondisi yang independent.
3) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Pada anak usia pra sekolah, lingkungan sekolah sudah mulai memperkenalkan dan melatih anak untuk bisa menulis, menggambar, melukis, dan baris berbaris. Keterampilan motorik yang berkembang dengan baik akan mendukung penyesuain anak pada tigas-tugas tersebut.
4) Perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan anak yang mengalami hambatan motorik akan mengalami hambatan dalam pergaulannya bahkan akan dikucilkan oleh teman sebayanya atau terpinggirkan.
5) Perkembangan motorik sangat penting pada perkembangan kepribadian anak. Apabila perkembangan motorik masa ini berkembang dengan baik, maka perkembangan berikutnya akan baik pula begitupun sebaliknya.

6. Upaya optimalisasi perkembangan motorik pada anak usia dini
Wiyani (2014) memaparkan bahwa perkembangan motorik pada anak menjadi dasar kemajuan perkembangan pada aspek lainnya seperti aspek kognitif, sosial-emosi, bahasa, dan moral. Penguasaan keterampilan motorik dalam hal ini meliputi motorik kasar dan motorik halus. Kondisi tersebut yang menyebabkan upaya optimalisasi perkembangan motorik pada anak usia dini tidak boleh ditawar-tawar lagi. Bagi anak perkembangan motorik memberikan pengaruh langsung pada aktivitas sehari-hari anak. Pengaruh langsung tersebut sangat menentukan keterampilan bergerak anak dan berpengaruh pada respon-respoan anak terhadap dirinya dan orang-orang di sekitar anak. Hal tersebut sangat tampak ketika anak dituntut oleh lingkungannya untuk bisa beradaptasi.
Rini Hildayani, dkk dalam Wiyani (2014) menjelaskan bahwa setidaknya ada tujuh upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik TK maupun orang tua dalam mengoptimalkan perkembangan motorik pada anak usia dini. Upaya tersebut antara lain:
1) Melatih anak usia dini dengan berbagai permainan yang melibatkan aktivitas motorik kasar dan motorik halus.
Berbagai permainan yang dapat digunakan oleh pendidik anak usia dini ataupun orang tua dalam mengoptimalisasi perkembangan motorik kasar anak, antara lain:
a) Bola kecil, untuk digelindingkan dan dipantul-pantulkan.
b) Bola tangan, untuk dilempar, ditangkap, dan dimasukkan ke dalam keranjang.
c) Tali karet, untuk bermain lompat-lompat.
d) Titian, untuk meniti sambil melihat lurus ke depan.
e) Matras petak bergambar, untuk melakukan gerakan berdiri satu kaki dan maju-mundur dengan cara melompat.
f) Perosotan, untuk melatih menaiki tangga dan menapakkan kaki.
Permainan-permainan yang telah disebutkan merupakan bentuk permainan fungsional yang akan melatih gerakan dasar yang dimiliki oleh anak. Sementara bentuk permainan yang digunakan untuk mengoptimalkan perkembangan motorik halus adalah permainan yang menggunakan objek dan bahan tertentu untuk membentuk sesuatu, misalnya membentuk lilin mainan, menggambar mata ayam, melukis dengan jari dan telapak tangan, menjiplak gambar dan mewarnainya, menggunting dan memotong, serta melipat kertas. Berbagai bentuk permainan tersebut adalah permainan konstruktif yang juga berfungsi untuk merangsang inisiatif, kreativitas, dan imajinasi anak.
2) Menyediakan lingkungan bermain yang memungkinkan anak usia dini dapat melatih keterampilan motoriknya.
Perlu diperhatikan bahwa pemberian bentuk permainan pada anak harus disesuaikan dengan perkembangan fisik anak tersebut. selain itu lingkungan tempat bermain dan alat permainan yang diberikan anak sebaiknya mampu memberikan kenyamanan dan rasa amak kepada anak. Apabila kondisi nyaman dan aman dapat diciptakan pada proses bermain anak maka anak dapat menikmati sebuah permainan yang menyenangkan.
3) Memperkenalkan dan melatih anak usia dini melakukan berbagai jenis permainan sebanyak-banyaknya.
Proses mendapatkan otot yang kuat serta kemampuan koordinasi antara otot dengan syaraf yang baik diperlukan permainan stimulus sebanyak-banyaknya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk melakukan beberapa permainan berulang-ulang, namun sebaiknya juga divariasikan sehingga tidak menimbulkan kebosanan pada anak. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghindari kebosanan anak adalah dengan memperkenalkan dan melatih anak usia dini dengan jenis permainan yang beragam dan banyak. Jenis permainan yang mencakup permainan konstruktif dan permainan fungsional.
4) Tidak menekankan pada kekuatan dan kecepatan kepada anak saat mereka melakukan kegiatan bermain, tetapi memperhatikan gerakan dan postur tubuh yang benar dalam melakukan aktivitas motorik.
Terkadang orang tua yang mendampingi anaknya hanya menekankan pada kekuatan dan kecepatan anak dalam melakukan sebuah permainan. Padahal yang tujuan dari permainan untuk melatih perkembangan motorik anak tidak pada kuantitasnya melainkan pada kualitasnya. Kualitas yang dimaksud dalam hal ini adalah ketepatan gerakan atau postur tubuh yang ditunjukkan anak ketika bermain.
5) Tidak membeda-bedakan perlakuan kepada anak laki-laki dan anak perempuan pada saat melakukan kegiatan bermain.
Masyarakat umumnya sudah dengan sendirinya membedakan antara jenis permainan anak perempuan dengan anak laki-laki. Di mana anak laki-laki cenderung memilih permainan yang menggunakan keterampilan motorik kasar dan perempuan menggunakan keterampilan motorik halus. Pada hal dari segi perkembangan, baik anak laki-laki maupun perempuan memerlukan kedua jenis keterampilan motorik tersebut untuk menyelesaikan berbagai tugas kesehariannya.
6) Tidak membeda-bedakan antara keterampilan motorik anak yang satu dengan anak yang lainnya.
Umumnya terdapat anak yang lebih unggul dalam sebuah permainan dan terdapat anak yang tidak mampu melalukan sebuah permainan. Pada anak yang tidak mampu melakukan sebuah permainan tertentu sebaiknya diberikan pelatihan khusus agar bisa terbantu untuk mengusai permainan tersebut sehingga anak tidak merasa minder dan kurang percaya diri dibandingkan teman-temannya yang lain. apabila perasaan minder dan kurang percaya diri telah menggerogoti anak maka akan berdampak pada sosialisasi anak dengan teman sebayanya kurang efektif atau mengalami hambatan.
7) Bersabar saat mendampingi anak bermain.
Bersabar merupakan hal yang paling sulit untuk dilakukan oleh guru maupun orang tua dalam mendidik anak usia dini, khususnya mendampingi anak saat bermain. Sesungguhnya kesabaran yang dimiliki oleh seorang guru dan orang tua akan mengantarkan mereka pada ketelatenan dalam melatih keterampilan motorik anak. Semakin banyak keterampilan motorik kasar dan halus yang dimiliki oleh anak maka perkembangan motorik anak juga semakin optimal.

No comments for "Keterlambatan Perkembangan Motorik pada Anak"