Siswa Berkebutuhan Khusus: Dysgraphia dan Dyscalculia

Kesulitan Belajar Menulis (Dysgraphia) dan Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia)



DEFINISI
Kesulitan Belajar Menulis (Dysgraphia)
Kesulitan belajar menulis atau sering juga disebut disgrafia (dysgraphia). Disgrafia menunjuk pada adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika (Abdurrahman, 1999). Menurut Idris (2009) pada anak disgrafia ia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia)
Kesulitan dalam belajar matematika atau sering juga disebut diskalkulia (dyscalculia) (Abdurrahman, 1999). Menurut Munro (2003) anak dengan diskalkulia menunjukkan kesulitan kronis dalam mengenali keterampilan pengolahan numerik seperti simbol angka, menulis angka atau penamaan angka tertulis dan menerapkan prosedur perhitungan dengan benar. Menurut Ashkenazi, Rubinsten, & Henik (2009) diskalkulia adalah gangguan dalam kemampuan matematika yang diduga dikarenakan adanya gangguan pada fungsi otak.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Kesulitan Belajar Menulis (Dysgraphia)
Menurut Rostami, Allahverdi, & Mousavi (2014) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi disgrafia diantaranya yaitu :
a. Ada kesalahan dalam penulisan dengan tangan seperti terdapat penyimpangan yang berlebihan ke kiri maupun yang berlebihan ke kanan, menulis dengan menekan penuh pensil, berlebihan dalam menulis terlalu tipis, terlalu sering menulis dengan dirangkai (italic), dan spasi yang berlebihan.
b. Faktor keluarga, menulis adalah keterampilan yang harus dipelajari. Jika anak hidup dalam keluarga yang terampil dalam mengajarkan menulis, dia tidak akan mengalami disgrafia.
c. Faktor dirinya sendiri, untuk dapat menulis dengan baik anak harus memiliki fisik dan mental yang sehat.
d. Terdapat disfungsi tangan dan jari-jari karena cedera ortopedi. Jika terdapat kerusakan saraf median hal ini menyebabkan kecacatan jempol dan akan mengganggu tulisan. Selain itu cedera seperti adanya luka di jari, terbatasnya gerak pada sendi pergelangan tangan, jari, siku, dan lengan, dan lain sebagainya.
e. Faktor psikologis.  Kondisi neurologis dapat menyebabkan kram otot pada anak-anak. Dengan kata lain, kontraksi otot tangan anak setelah menulis beberapa baris dan ia tidak dapat melanjutkan untuk menulis lagi. Dalam hal ini, gejala seperti paratony (terdapat kontraksi otot, yang kemudian ditandai dengan kurang adanya relaksasi) mengakibatkan munculnya kecemasan, gelisah dan perhatian atau konsentrasi yang terhambat.

Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia)
Faktor penyebab terjadinya diskalkulia pada seorang anak diantaranya adalah :
a. Hipotesis tentang penyebab gangguan diskalkulia dan gangguan belajar lainnya (disleksia dan disgrafia) cenderung terfokus pada masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor neurologis yang mendasarinya. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan fungsi tertentu bagian otak seperti gangguan pada memori semantik dan memori kerja telah dilakukan, namun belum diperoleh hasil yang meyakinkan, meskipun sebagian diskalkulia berhubungan dengan hal-hal tersebut.
b. Faktor  fisiologis,  seperti  kerusakan  otak (pada penghubung antara bagian pariental dan temporal otak),  keturunan.
c. Faktor lingkungan
d. Kelemahan dalam proses pengamatan yaitu anak anak tidak dapat mengamati nomor dan matematika secara keseluruhan.


KARAKTERISTIK DAN CIRI-CIRI
Kesulitan Belajar Menulis (Dysgraphia)
Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 1999) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis diantaranya adalah :
a. Motorik
Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan akan mengalami kesulitan dalam menulis seperti tulisannya yang tidak jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis.
b. Perilaku
Anak yang hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaannya terhambat termasuk pekerjaan menulis.
c. Persepsi
Anak yang terganggu persepsinya akan menimbulkan kesulitan dalam menulis. Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. Jika persepsi auditorinya yang terganggu, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata yang diucapkan oleh guru.
d. Memori
Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ditulis. Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit mengingat huruf atau kata, dan jika gangguan tersebut menyangkut memori auditori, anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh guru.
e. Kemampuan Melaksanakan Cross Modal
Kemampuan melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Ketidakmampuan dibidang ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis lurus.
f. Penggunaan Tangan yang Dominan
Anak yang tangan kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor
g. Kemampuan Memahami Instruksi
Ketidakmampuan anak untuk memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.

Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia)
Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 1999) ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika yaitu :
a. Adanya Gangguan dalam Hubungan Keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan.
Pada anak kesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi antarmereka. Adanya kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dan kondisi ektrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan. Adanya gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara keseluruhan.
b. Abnormalitas Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesuliyan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kesulitan semacam itu merupakan gejala adanya abnormalitas persepsi visual. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Mereka mungkin akan menghitung satu persatu anggota tiap kelompok lebih dahulu sebelum menjumlahkannya.
c. Asosiasi Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi telah mengucapkan “lima” atau sebaliknya. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafalkan bilangan tanpa memahami maknanya.
d. Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Anak mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu saja, misalnya:
4 + 3 = 7
5 + 3 = 8
5 + 4 = 9
4 + 4 = 9
3 + 4 = 9
e. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbolsimbol matematika seperti +, -, =, < , > dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapijuga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual.
f. Gangguan Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak demikian merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah.
g. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca
Matematika itu sendiri pada hakikatnya adalah simbolis, oleh karena itu kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.
h. Performance IQ Jauh Lebih Rendah daripada Skor Verbal IQ
Hasil tes intelegensi dengan menggunakan WISC (Wechsler Intelligence Scale for ChildrenI) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor Performance IQ yang jauh lebih rendah daripada skor Verbal IQ. Rendahnya skor PIQ pada anak berkesulitan belajar matematika tampaknya berkaitan dengan kesulitan dalam memahami konsep keruangan, gangguan persepsi visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor.

KLASIFIKASI
Kesulitan Belajar Menulis (dysgraphia)
a. Kesulitan Menulis dengan Tangan
Sejak awal masuk sekolah anak harus nelajar menulis tangan karena kemampuan ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain. Kesulitan menulis dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga guru. Tulisan yang tidak jelas misalnya, baik anak maupun guru tidak dapat membaca tulisan tersebut.
b. Kesulitan Mengeja
Mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar baik dalam bentuk ucapam atau tulisan dari suatu kata. Kesulitan mengeja dapat terjadi jika anak tidak memiliki memori yang baik tentang huruf-huruf. Memori dapat berkaitan dengan memori visual untuk mengenal bentuk-bentuk huruf dan atau memori auditif untuk mengenal bunyi-bunyi huruf. Gangguan persepsi visual dapat menyebabkan anak sukar membedakan huruf-huruf yang bentuknya hampir sama, dan akibat dari kesukaran tersebut anak juga sukar untuk membedakan nama-nama huruf.
c. Kesulitan menulis ekspresif
Menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan atau perasaan ke dalam suatu bentuk tulisan sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa.

Kesulitan Belajar Matematika (dyscalculia) 
Jenis  Dyscalculia menurut Kosc (dalam Murtadlo, 2013) ada enam, yaitu:
a. Verbal dyscalculia
Kesulitan menggunakan konsep matematika dalam bahasa lisan. Kosc (dalam Murtadlo, 2013) mencatat dua aspek jenis dyscalculia ini: (1) kesulitan mengidentifikasi pengucapan angka (meskipun individu dapat membaca angka), dan (2) kesulitan mengingat nama suatu besaran (walaupun mereka bisa membaca dan menulis nomor).
b. Practognostic dyscalculia
Kesulitan memanipulasi atau pencacahan kuantitas. Kesulitan di sini melibatkan mengkonversi aritmatika atau prosedur sehubungan dengan jumlah.
c. Lexical dyscalculia
Kesulitan membaca simbol matematika seperti angka. Siswa dengan kesulitan ini dapat berbicara tentang ide-ide matematika dan memahami diskusi lisan mereka namun mengalami kesulitan membaca simbol dan nomor kalimat.
d. Grafis dyscalculia
Kesulitan menulis simbol matematika. Siswa dapat memahami ide-ide matematika secara diskusi lisan dan dapat membaca informasi numerik tetapi mengalami kesulitan menulis pemahaman simbolisme matematika.
e. Ideognostic dyscalculia
Kesulitan untuk memahami ide-ide  yang berhubungan dengan matematika.
f.  Operasional dyscalculia
Kesulitan melakukan operasi matematika.

CARA MENGIDENTIFIKASI
Menurut Basiran (2012) dalam melakukan diagnosis, diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorentasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
a. Observasi. Observasi mencatat gejala-gejala yang tampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Bagaimana sikap siswa dalam mengikuti pelajaran adalah tanda-tanda cepat lelah, mudah mengantuk, sukat memusatkan perhatian pada pelajaran. Dan bagaimana kelengkapan catatan, peralatan dalam pelajaran. Murid yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan gejala cepat lelah, mudah mengantuk, sukar konsentrasi, dan catatanya tidak lengkap.
b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa. Khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
c. Wawancara.  Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidiki. Untuk menyelidiki murid yang mengalami kesulitan belajar, interview bisa dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung.
d. Tes diagnostik, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah murid yang mengalami kesulitan belajar itu disebabkan IQ rendah atau hal-hal lainnya sehingga diperlukan tes psikologis.

Lebih spesifik dijelaskan Abdurrahman (1999) ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam asesmen kesulitan belajar menulis pada anak, diantaranya :
a. Asesmen Kesulitan menulis dengan Tangan
Untuk mengetahui apakah anak mengalami kesulitan menulis tangan, guru dapat melakukan observasi terhadap berbagai kemampuan sebagai berikut (1) menulis dari kiri ke kanan, (2) memegang pensil dengan benar, (3) menulis nama panggilannya sendiri, (4) menulis huruf-huruf, (5) menyalin kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas, dan (6) menulis pada garis yang tepat.
b. Asesmen Kesulitan Mengeja
Untuk mengetahui kemampuan anak dalam mengeja dapat dilihat adanya berbagai kesalahan pada tulisan mereka. Adapun beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh anak-anak dalam mengeja adalah sebagai berikut (1) pengurangan huruf, (2) mencerminkan dialek (sapi ditulis sampi), (3) mencerminkan kesalahan ucap (namun ditulis nanum), (4) pembalikan huruf dalam kata (ibu ditulis ubi), (5) pembalikan konsonan (air ditulis ari), (6)  pembalikan konsonan atau vokal (berjalan ditulis berjrlan), dan (7) pembalikan suku kata ( laba ditulis bala).
c. Asesmen Kesulitan Menulis Ekspresif
Untuk mengetahui kemampuan menulis ekspresif Johnson (dalam Abdurrahman, 1999) telah mengembangkan instrumen informal yang meminta anak-anak menuliskan suatu cerita yang mencakup bagian permulaan, pertengahan dan akhir. Berdasarkan tulisan cerita tersebut guru melakukan evaluasi dalam hal (1) panjang karangan, (2) ejaan, tanda baca, dan tata bahasa, (3) kematangan dan keabstrakan tema, (4) bentuk tulisan tangan dan huruf, (5) panjang kalimat dan perbendaharaan kata.

PERMASALAHAN YANG MUNCUL
Munro (2003) menyebutkan siswa dengan diskalkulia atau kesulitan belajar matematika akan cenderung memiliki efikasi diri yang rendah, gangguan emosional, dan kurang mampu memusatkan perhatian secara efektif dalam proses pembelajaran. Kegagalan yang sering dialami oleh anak dengan kesulitan belajar mengarah pada perilaku adaptasi yang salah. Mereka sering bersikap agresif dan mempunyai perilaku negatif secara verbal maupun non verbal dan juga merusak atau menarik diri. Hal tersebut menyebabkan mereka mengalami kesulitan interaksi sosial dan cenderung ditolak oleh teman-teman.

MODEL PENDIDIKAN ATAU INTERVENSI
Kesulitan Belajar Menulis (Dysgraphia) 
Terdapat beberapa jenis intervensi untuk dapat membantu anak yang mengalami disgrafia diantaranya adalah ::
a. Self-learning
Berbicara keras pada saat menulis dan mengarahkan dia / dirinya sendiri melalui pidato.
b. Self- monitoring
Dalam hal ini, anak-anak diminta untuk berhenti setelah setiap kata untuk melihat apakah yang mereka tuliskan sudah benar atau belum. Jika tidak, ia harus memperbaikinya atau mengevaluasinya.
c. Relaksasi
Anak akan diminta untuk menulis lima menit, kemudian bermain dan terlibat dalam kegiatan yang diinginkan selama sepuluh menit. Karena stres pada saat penulisan meningkatkan kelelahan anak-anak, interval sisanya akan membantu anak untuk menenangkan dan menyegarkan dirinya sendiri.
d. Latihan Gerakan
Latihan ini meliputi cara mencengkeram pena dan menjaga ibu jari setengah terbuka. Anak mencoba untuk memegang pena dengan benar dan dan baik.

Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia)
Penanganan bagi anak dengan diskalkulia (Klinik Autis Indonesia, 2012) antara lain:
a. Penanganan harus dimulai di awal karir pendidikan anak. Sayangnya, gangguan belajar matematika biasanya tidak disadari dan sulit dideteksi cukup dini. Berdasarkan informasi baru, tersedia alat untuk membaca gangguan (RDS), strategi baru yang dirancang untuk pendidik untuk membimbing dan membantu siswa meningkatkan non-performing tersedia.
b. Perbanyak contoh-contoh konkrit untuk memastikan pemahaman yang kuat sebelum melangkah kepada konsep yang abstrak.  Hal ini akan membantu untuk memberikan strategi untuk memvisualisasikan konsep.
c. Berikan kesempatan untuk menggunakan gambar, grafik, kalimat, atau kartu untuk membantu dalam hal pemahaman soal disertai contoh kehidupan sehari-hari.
d. Kembangkan sebuah konsep diri positif bahwa ‘saya bisa’, sesering mugkin.
e. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengenalkan konsep dasar.
f. Berikan bantuan dalam mempelajari simbol-simbol matematika dan bahasa matematika.
g. Remediasi menuntut kerjasama erat antara guru kelas reguler dan mereka yang terlibat dalam mendukung perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Basiran. (2012). Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar. Jurnal Edukasi Vol. 7,No. 1, Hal 1-18

Henik, A. Ashkenazi, S., Rubinsten, A.  (2009). Attention, Automaticity, and Developmental Dyscalculia. American Psychological Association Vol. 23, No. 4, page 535–540

Idris, R. (2009). Mengatasi Kesulitan Belajar dengan Pendekatan Psikologi Kognitif. Jurnal Lentera Pendidikan Vol. 12 No. 2 Hal 152-172

Klinik Autis Indonesia. (2012, November 3). Diskalkulia, Gangguan Belajar Matematika Pada Anak. Retrieved September 12, 2013, from Autism And Behavior Disorders Online Clinic: diakses dari : http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/03/diskalkulia-gangguan-belajar-matematika-pada-
Murtadlo, A. (2003). Kesulitan Belajar (Learning Difficult) dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Edu-Math; Vol 4, Hal 38-45

Munro, J. (2003). Dyscalculia : A unifying concept in understanding mathematics learning disabilities. Journal of Learning Disabilities, 2003 8, (4). Page 1 -13

Rostami, A., Allahverdi, F., & Mousavi, F. (2014).  Dysgraphia: The Causes and Solutions. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences February 2014, Vol. 4, No. 2 ISSN: 2222-6990

No comments for "Siswa Berkebutuhan Khusus: Dysgraphia dan Dyscalculia"