Anak Berkebutuhan Khusus: Regulasi Diri

Regulasi Diri



Aplikasi regulasi diri menfokuskan pada bagaimana individu mampu mengolah pikiran, perasaan, dan tingkahlaku dalam melaksanakan proses belajar di sekolah maupun di rumah. Proses belajar yang ditekankan dalam hal ini adalah kemampuan individu mengolah tiga komponen yaitu pribadi, lingkungan dan tingkahlaku, sehingga ketiga komponen tersebut dapat saling memengaruhi kelangsungan hidup individu (Alwisol, 2008). Tulisan ini bersumber dari hasil-hasil penelitian terkait aplikasi regulasi diri dalam proses belajar siswa yang dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis dalam tulisan ini adalah siswa yang mampu mengaplikasikan teori regulasi diri dalam proses belajar akan menunjukkan prestasi  belajar yang lebih tinggi.

Gable dan Haidt (2005) menyatakan bahwa psikologi positif adalah studi tentang kondisi dan proses yang mendukung individu-individu untuk maju dan berfungsi secara optimal baik secara individu, kelompok, dan institusi. Psikologi positif tidak menyangkal keberadaan distress, unpleasant, dan aspek-aspek negatif dalam hidup, tapi psikologi positif percaya bahwa individu yang mampu melalui proses-proses positif akan mampu menangkal kehadiran aspek-aspek negative tersebut.
Isu-isu yang berkembang dalam berbagai penelitian psikologi positif saat ini adalah konsep kebahagiaan, otonomi, regulasi diri, optimisme, dan harapan-harapan individu yang berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, talenta, serta kreatifitas individu (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Tulisan ini akan secara khusus membahas salah satu objek pembahasan dalam psikologi positif yaitu konsep regulasi diri. Bandura (Alwisol, 2008) memaparkan bahwa regulasi diri adalah kemampuan berfikir dan memanipulasi lingkungan sehingga individu mampu mengontrol perilakunya sendiri. Susanto (2006) juga menambahkan bahwa regulasi diri adalah suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku, dan afeksi (perasaan) yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Alwisol (2008) memaparkan bahwa adapun proses dalam regulasi diri yang dilakukan individu menurut Bandura terdiri dari tiga faktor internal, yaitu:
1. Observasi diri, individu melihat diri dan perilaku individu sendiri, serta terus mengawasinya.
2. Penilaian, melakukan penilaian pada diri sendiri berdasarkan standar yang telah ditentukan sendiri oleh individu. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru yang dianggap sebagai figur dengan nilai-nilai yang patut dicontoh.
3. Reaksi diri, setelah proses observasi dan penilaian telah dilakukan, individu melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri. Evaluasi positif akan menghasilkan hadiah dan evaluasi negatif akan menghasilkan hukuman.
Ketiga faktor internal di atas sangat berperan penting dalam mengembangkan regulasi diri individu. Beberapa kasus dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkan betapa pentingnya regulasi diri dalam proses belajar. Contohnya, siswa yang memiliki banyak tugas dan dituntut memahami beberapa materi mata pelajaran dalam waktu yang singkat. Siswa kemudian bingung, cemas, bahkan stress menghadapi kondisi tersebut. Siswa tidak mampu menentukan harus mendahulukan mengerjakan tugas atau mendahulukan belajar mengenai materi mata pelajaran. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerjakan tugas. Pada kondisi ini siswa sangat membutuhkan kemampuan regulasi diri sehingga mampu keluar dari kondisi yang tidak menyenangkan tersebut. Ketika kondisi tersebut telah tercipta, maka siswa mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar dan pada akhirnya akan menjadi pencetus meningkatnya prestasi belajar siswa.
Menurut Bandura (Alwisol, 2008) proses belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam melakukan regulasi diri. Regulasi diri menekankan pada proses dinamika, interaktif, dan hubungan resiprokal antara lingkungan, person dan perilaku. Kemampuan regulasi diri pada siswa sangat bermanfaat dan membantu siswa dalam melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan.
Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (Mursyidawati, Siswati & Widodo, 2010) memaparkan bahwa  siswa  yang  memiliki  regulasi  diri dalam proses belajar  merupakan  siswa  yang  aktif  secara  metakognitif,  motivasi  dan perilakunya  dalam  proses  belajar. Regulasi diri juga dapat dikatakan sebagai usaha yang  dilakukan  individu  untuk  mencapai  tujuan  belajar  dengan  mengaktifkan  dan mempertahankan pikiran, perilaku dan emosi. Regulasi  diri  membuat individu mampu berpartisipasi  aktif  dalam  proses  belajar.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik menggambarkan bagaimana aplikasi teori regulasi diri dalam proses belajar siswa?

Hasil proses belajar optimal yang diperoleh siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kondisi siswa itu sendiri. Siswa umumnya mengalami kendala dalam proses belajar karena individu tersebut tidak mampu mengatur pencapaian yang diinginkan, tidak mengetahui target yang akan dicapai, dan tidak mampu mengevaluasi, serta memberikan penghargaan terhadap diri sendiri setelah target tercapai. Kenyataannya dunia pendidikan saat ini menuntut individu mampu mengatur pencapaian yang diinginkan, mengetahui target yang akan dicapai, dan mampu mengevaluasi, serta memberikan penghargaan terhadap diri sendiri setelah target tercapai. Kondisi-kondisi tersebut dalam psikologi positif lebih lazimnya disebut dengan istilah regulasi diri.
Selain itu, keberhasilan seseorang dalam menjalankan proses belajar tidak hanya ditentukan oleh tingkat intelegensi (IQ) yang dimiliki, tetapi dibutuhkan juga kemampuan regulasi diri selama mengikuti proses belajar. Regulasi diri pada siswa meliputi kemampuan untuk mulai mencoba menentukan nilai yang ingin diperoleh, merencanakan membuat jadwal pelajaran, membagi waktu antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa di sekolah (Susanto, 2006).
Pintrich dan Groot (1990) memaparkan hasil penelitiannya yang berdasarkan analisis regresi bahwa regulasi diri sebagai unsur penting yang mempengaruhi prestasi siswa. Kemampuan untuk mengatur diri penting bagi siswa di tingkat manapun, karena siswa dihadapkan dengan banyak materi dan tugas-tugas dalam waktu yang relatif singkat. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar yang optimal memiliki regulasi diri yang tinggi begitupun sebaliknya.
Raver (2012) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa 21% anak-anak di Amerika berasal dari keluarga miskin. Anak yang terlahir dari keluarga miskin umumnya memiliki regulasi diri yang kurang optimal sehingga berdampak negatif terhadap masa depan anak, khususnya masa depan pendidikan anak. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan Raver menekankan pada intervensi diri dalam membentuk regulasi diri yang optimal sehingga walaupun anak berasal dari keluarga miskin tetap akan menjalani pendidikan secara optimal. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin akan memperoleh prestasi akademik yang tinggi karena mampu melakukan regulasi diri dalam proses belajar.
Jonker, Gemser, dan Visscher (2011) juga melakukan penelitian mengenai penerapan konsep regulasi diri dalam proses belajar siswa. Penelitian tersebut memaparkan bahwa kesuksesan dalam bidang olahraga dan akademik dipengaruhi oleh kemampuan regulasi diri siswa. Idealnya siswa yang mampu berprestasi dalam bidang olahraga juga dapat menunjukkan prestasi dalam bidang akademik. Namun, terdapat beberapa kasus menggambarkan kondisi anak yang memiliki prestasi akademik rendah disebabkan individu tersebut lebih tertarik pada bidang lain, misalnya olahraga. Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua kelompok siswa. Kelompok siswa yang menggeluti bidang olahraga sebagai kelompok kontrol dan kelompok siswa yang tidak menggeluti bidang olahraga. Partisipan penelitian terdiri dari 160 laki-laki dan 170 perempuan dengan rentang usia 12-16 tahun. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner meliputi pertanyaan umum dan item regulasi diri. Item regulasi diri mengacu pada 6 aspek, yaitu planning, self-monitoring, evaluating, reflection, effort, dan self efficacy. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok kontrol menunjukkan kemampuan regulasi yang tinggi sehingga menunjukkan prestasi yang tinggi dalam bidang olahraga dan akademik.
Mursyidawati, Siswati, dan Widodo (2010) melakukan penelitian lain mengenai hubungan antara regulasi diri dalam belajar dengan perilaku mencari bantuan akademik dalam pelajaran matematika pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di kota Semarang. Pelajaran Matematika masih dianggap sulit oleh siswa. Siswa yang mengalami kesulitan dapat menggunakan orang lain sebagai sumber untuk mendapatkan bantuan yang diperlukan sehingga dapat melanjutkan proses belajar. Perilaku Bantuan pencarian dalam penelitian ini adalah bantuan adaptif perilaku mencari. Peningkatan perilaku mencari bantuan dapat melalui pengembangan regulasi diri dalam proses belajar. Sampel penelitian terdiri dari 124 orang dengan siswa yang memiliki karakteristik tinggi di sekolah dalam rentang usia 15-18 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proportional cluster random sampling. Data yang dikumpulkan oleh alat ukur skala regulasi diri dalam proses belajar berjumlah 44 aitem dan skala bantuan akademik mencari perilaku dalam pembelajaran matematika 30 aitem.
Berdasarkan  hasil  penelitian  diketahui  bahwa  regulasi  diri  dalam  belajar  adalah salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  perilaku  mencari  bantuan  akademik  dalam pelajaran  matematika.  Regulasi  diri  dalam  belajar  merupakan  proses  aktif  dan konstruktif  siswa  dalam  menetapkan  tujuan  untuk  proses  belajarnya  dan  berusaha untuk  memonitor,  meregulasi  dan  mengontrol  kognisi,  motivasi  dan  perilaku. Kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks  lingkungan (Pintrich, dalam Mursyidawati, Siswati, dan Widodo, 2010).  Schunk  dan  Zimmerman  (dalam  Mursyidawati, Siswati, dan Widodo, 2010) mengkategorikan regulasi diri dalam belajar sebagai dasar kesuksesan belajar, pemecahan masalah dan kesuksesan akademis secara umum. Siswa berusaha memanfaatkan  lingkungannya  dengan  baik,  ketika  menemukan  kesulitan  dalam belajar,  siswa  akan  berusaha  memecahkan  masalahnya  tersebut  dengan mencari  informasi  tentang  materi yang tidak dimengerti  dari  sumber  yang  relevan  dengan  mencari bantuan pada teman atau guru.
Penelitian yang dilakukan oleh Rakes dan Dunn (2010) semakin memperkuat eksistensi aplikasi konsep regulasi diri dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian tersebut memaparkan bahwa semakin menurun regulasi diri individu maka akan semakin meningkatkan kebiasaan menunda tugas belajar siswa. Jadi, semakin tinggi regulasi individu maka akan menurunkan intensitas kebiasaan menunda tugas belajar oleh siswa sehingga prestasi belajar yang diinginkan dapat tercapai.

Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam pembahasan di atas adalah sebagai berikut:
i) Regulasi diri adalah suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku, dan afeksi (perasaan) yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
ii) Konsep regulasi diri sangat membantu siswa dalam proses belajar sehingga siswa mampu mencapai prestasi belajar yang optimal.
iii) Regulasi diri yang tinggi akan membuat individu berprestasi dalam beberapa bidang, seperti akademik, olahraga, dan musik.
2. Saran
i) Diharapkan guru dan peneliti mampu bekerja sama mengembangkan dan mengevaluasi konsep dalam meningkatkan regulasi diri pada siswa, sehingga dapat meningkatkan prestasi akademik siswa
ii) Peneliti selanjutnya diharapkan lebih tertarik membahas efektifitas konsep regulasi diri berdasarkan perbedaan usia atau jenis kelamin siswa dalam meningkatkan prestasi akademik siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2008). Psikologi kepribadian.  Malang: UMM Press.

Cohen, M. T. (2012). The importance of self-regulation for college student learning. College Student Journal, 46(4), 1-7.

Gable, S. l., Haidt, J. (2005). What (and why) is positive psychology?. Review of General  Psychology, 9(2), 103-110. doi: 10.1037/1089-1089-2680.9.2.103.

Jonker, L., Gemster, M. T. E., Visscher, C. (2011). The role of self-regulatory skills in sport and academic performances of elite youth athletes. International Research Association for Talent Development and Excellence, 3(2), 263–275.

Mursyidawati, A., Siswati., Widodo, P. B. (2010). Hubungan antara regulasi diri dalam belajar dengan perlaku mencari bantuan akademik dalam pelajaran matematika pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di Kota Semarang (Online).
https://www.eprints.undip.ac.id/24781/1/JURNAL_ANITA.pdf. Diunduh pada tanggal 19 September 2014.

Pintrich, P. R., Groot, E. V. D. (1990). Motivational and self-regulated learning components of classroom academic performance. Journal Educational Psychology, 82(1), 33-40.

Rakes, G. C., Dunn, K. E. (2010). The impact of online graduate students’ motivation and self regulation on academic procrastination. Journal of Interactive Online Learning, 9(1), 78-93. ISSN:1541-4914.

Raver, C. C. (2012). Low-income children’s self-regulation in the classroom: scientific inquiry for social change. American Psychologist,  67(8), 681-9. doi: 10.1037/a0030085.

Seligman, M. E. P., Csikszentmihalyi, M. (2000). Positif psychology an introduction. American Psychologist, 55(1), 5-14. doi: 10.1037//0003-066X.55.1.5.

Susanto, H. (2006). Mengembangkan kemampuan self-regulation untuk meningkatkan keberhasilan akademik siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 07, 64-71.


No comments for "Anak Berkebutuhan Khusus: Regulasi Diri"